A.
Pengertian Demokrasi
Demokrasi
secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos dan kratos. Demos
berarti rakyat, sedangkan dan kratos dapat diartikan kekuasaan/pemerintahan.
Istilah tersebut berasal dari bahasa Yunani: δημοκρατία “pemerintahan rakyat”
(dēmokratía), yang diciptakan dari δῆμος (demo) “orang” dan κράτος (Kratos)
“kekuatan”, di pertengahan abad ke-5-4 SM untuk menunjukkan sistem politik yang
ada di beberapa negara-kota Yunani, terutama Athena setelah pemberontakan
populer di 508 SM. Meskipun tidak ada definisi khusus demokrasi yang diterima
secara universal, kesetaraan dan kebebasan telah diidentifikasi sebagai
karakteristik penting demokrasi sejak zaman kuno. Prinsip-prinsip ini tercermin
dalam semua warga negara yang sama di depan hukum dan memiliki akses yang sama
terhadap kekuasaan. Sebagai contoh, dalam demokrasi perwakilan, suara setiap
wakil punya bobot yang sama, tidak ada pembatasan dapat diterapkan kepada
siapapun yang ingin menjadi perwakilan, dan kebebasan warganya dijamin oleh
hak, dilegitimasi, dan kebebasan yang pada umumnya dilindungi oleh konstitusi.
BERITA MASALAH
Berdasarkan pemahaman tersebut, demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan
rakyat, yaitu pemerintahan yang dibentuk dan dijalankan atas
kehendak/kedaulatan rakyat. Bentuk politik dalam pemerintahan demokrasi
ditandai oleh adanya kekuasaan pemerintahan yang berasal dari rakyat, kekuasaan
tersebut dapat diperoleh melalui konsensus (demokrasi konsensus), dengan
referendum langsung (demokrasi langsung), atau melalui wakil-wakil terpilih
dari rakyat (demokrasi perwakilan).
Pemilihan
umum Presiden (pilpres) 2014 akan berlangsung dua setengah tahun lagi, namun
saat ini, lalu lintas wacana di ruang publik sudah ramai membicarakan
tokoh-tokoh bakal calon Presiden untuk 2014, apalagi dengan adanya perubahan
dalam UU Parpol yang mengharuskan parpol baru mengikuti verifikasi tahun ini
juga, hal ini tentu tentu semakin memperjelas publik, tokoh mana yang tengah
mempersiapkan diri untuk berkompetisi pada Pilpres 2014.
Wacana
tersebut bahkan mulai sedikit memanas seiring dengan kian turunnya popularitas
Presiden SBY yang pada Pilpres 2009 meraih lebih dari 60% dukungan publik.
Fenomena tersebut, selanjutnya, telah membuat hampir tidak ada media massa yang
tidak tertarik dengan pemberitaan soal suksesi kepemimpinan nasional. Bukan
hanya itu, pembatasan masa jabatan presiden yang hanya membolehkan SBY berkuasa
selama dua periode, juga telah menjadi titik awal bagi parpol untuk
mempersiapakan calon yang akan diusung ke gelanggang laga Pilpres 2014.
Pembentukan opini publik, kunjungan ke daerah-daerah pemilih potensial pun
mewarnai kegiatan bakal capres 2014. Termasuk juga di antaranya upaya membangun
citra melalui penampilan mereka di ruang publik melalui media massa cetak
maupun elektronik.
Ramainya
wacana mengenai calon Presiden untuk 2014 di ruang publik saat ini, bukan suatu
hal yang terburu-buru dan justru merupakan suatu yang positif bagi perkembangan
demokrasi di Indonesia.Sudah keharusan masyarakat Indonesia mengetahui siapa
saja calon Presidennya sejak dini, sehingga rekam jejak calon benar-benar
diketahui secara detail oleh para pemilih.
Nama-nama
capres dan cawapres yang muncul ke permukaan publik masih didominasi oleh nama
yang 'itu-itu' saja. Nama-nama lama yang selalu mengisi bursa Pilpres dari
tahun ke tahun. Pamor mereka yang sudah senior dan berkiprah lama di
perpolitikan Indonesia, masih bisa dikatakan belum dapat ditandingi oleh yang
calon-calon yang datang dari kalangan muda. Mereka, para politikus muda harus
berusaha penuh untuk dapat muncul ke permukaan publik agar dapat meraih simpati
rakyat. Sehingga keberadaannya saat ini seolah tenggelam dalam bursa pemilihan
umum presiden tahun 2014 nanti.
Indonesia
saat ini haus akan pemimpin yang tegas, jujur dan cepat tanggap, serta membela
rakyat sepenuhnya. Karena permasalahan yang sedang dihadapi Indonesia saat ini
begitu komples, seperti masalah perekonomian, politik, sengketa territorial
serta ancaman keamanan nasional. Konflik Papua, misalnya, yang belum sepenuhnya
usai, ditambah lagi konflik perbatasan antara Indonesia-Malaysia di Kalimantan,
Masalah perekonomian nasional dan keseimbangan harga kebutuhan popok, angka
kemiskinan yang meningkat, masalah pengangguran yang menkhawatirkan, serta
masalah-masalah nasional lainnya yang mendesak untuk dapat segera ditangani.
Oleh karena itu, sosok pemimpin baru yang maju pada pilpres 2014 nanti, harus
sudah mampu dibebani oleh masalah-masalah nasional yang kompleks.
Wacana
mengenai Pilpres 2014 nanti semakin ramai terlebih dengan adanya hasil-hasil
survey yang bermunculan yang mayoritas menunjukkan kemerosotan popularitas
suatu partai dan tokoh yang sedang memerintah, serta menaiknya pamor partai dan
calon lainnya di mata masyarakat umum.
Dalam
tulisan ini, penulis akan mengelaborasi lebih dalam mengenai dinamika
kontestasi pemilu 2014, dengan melihat banyak unsur didalamnya. Unsur-unsur
yang penulis maksudkan antara lain adalah eksistensi partai dan tokoh lama,
hadirnya partai baru, prospek calon-calon muda, hasil survey dan relevansinya,
perubahan Undang-Undang mengenai Parpol, dsb. Namun keseluruhan unsur tersebut
memiliki keterkaitannya satu sama lain yag akan dianalisa pada bab-bab
selanjutnya.
Pembahasan
Sejumlah
figur baru mulai bermunculan untuk dijadikan calon dalam bursa pencalonan
presiden tahun 2014. Pertarungan politik terhadap sejumlah nama yang akan
diusung oleh parpol masing-masing pada pesta demokrasi 2014 nanti masih
menyisakan sederet nama yang dominannya adalah orang-orang yang telah populer
di mata masyarakat. Misalnya saja pengusungan Sri Mulyani sebagai sosok calon
presiden pada Pemilu 2014 sebenarnya masih diliputi pencitraan. Meski tak
berada di Indonesia sejak setahun lalu, nama Sri Mulyani Indrawati terus
disebut-sebut. Kali ini dia dijadikan sosok sebuah partai politik baru yang
mengambil nama depannya, SRI (Serikat Rakyat Independen), sebagai akronim nama
partai tersebut. Tak tanggung-tanggung, mantan Menteri Keuangan yang kini
Direktur Pelaksana Bank Dunia itu ”dijual” sebagai calon presiden RI 2014-2019.
Selain
itu, Partai Golkar juga sudah memutuskan Aburizal Bakrie sebagai capres 2014
melalui Rapat Pimpinan Nasional II kemarin. Meski belum resmi mendeklarasikan
diri, bagi Golkar keputusan untuk mencapreskan Ketua Umum Partai Golkar itu
tentu punya alasan tersendiri. Golkar tidak ingin mengulang sejarah pencapresan
Jusuf Kalla (JK) yang hanya berselang dua bulan menjelang laga Pikpres 2009.
Keterbatasan waktu itu telah membuat JK yang juga ketua umum Partai Golkar saat
itu kemudian kalah start dari capres lain untuk menyosialisasikan visi dan
misinya.
Sedangkan
partai Demokrat diperkirakan akan mengusung beberapa kandidat dalam pilpres
2014 mendatang. Kandidat tersebut terdiri dari tokoh muda dan tokoh tua yaitu,
Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Pramono Edhie Wibowo
(Kasad), Ibu negara Ani Yudhoyono dan Djoko Suyanto (Menko Polhukam).
Lain
lagi halnya dengan Ketua umum PDIP, Megawati Soekarnoputri yang tidak secara
tegas menolak arus dukungan dari para kadernya untuk maju ke Pilpres 2014.
Namanya pun masuk dalam sejumlah survei kandidat presiden yang diinginkan
masyarakat. Untuk Partai Demokrat, lain lagi ceritanya. Meski Wakil Ketua Dewan
Pembina Partai Demokrat, Marzuki Alie menyatakan bahwa capres dari partai
tersebut baru akan diumumkan pada tahun depan, namun sejumlah nama sudah mulai
muncul ke permukaan. Sebut saja misalnya Ani Yudhoyono, Djoko Suyanto dan Anas
Urbaningrum yang masuk dalam deretan daftar capres yang diinginkan publik
maupun internal partai.
Paling
tidak, nama-nama tersebut mulai akan menjadi perhatian publik terlepas dari
kapan mereka akan mendeklarasikan diri sebagai capres 2014. Bahkan kalaupun
mereka tidak maju sebagai capres, masyarakat sudah memiliki perbandingan untuk
menjatuhkan pilihan pada partai politik yang akan mengusung tokoh tersebut.
Perubahan
undang-undang Pemilu Presiden
Rapat
Paripurna DPR pada Senin 20 Oktober 2011 mengesahkan Rancangan Undang-Undang
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum menjadi Undang-Undang. UU yang baru ini akan
memperbaiki penyelenggaraan UU yang lama. Perubahan atau penyesuaian aturan
main dalam penyelenggara pemilu yang menjadi bagian dari substansi RUU dimaksud
menjadi ketentuan yang memudahkan penyelenggara pemilu menjalankan fungsi dan
perannya. Setidaknya ada 80 perubahan dalam undang-undang tersebut, salah
satunya soal kewajiban KPU berkonsultasi dengan DPR dalam pembuatan peraturan
KPU.
Selain
itu dalam undang-undang tersebut dibentuk Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
yang isinya perwakilan pemerintah, partai politik, KPU, Bawaslu, dan tokoh
masyarakat.
UU ini
akhirnya juga memberikan jalan tengah soal kontroversi anggota politik yang
ingin terlibat dalam KPU dan Bawaslu. Jika sebelumnya calon anggota KPU dan
Bawaslu harus mundur dari parpol minimal lima tahun sebelum mendaftar maka
dalam UU yang baru syarat itu diperingan. UU baru mengatakan calon hanya
diharuskan mundur ketika mereka mendaftarkan diri sebagai anggota KPU dan
Bawaslu sehingga tidak ada jeda waktu tertentu..
Poin
partisipasi anggota partai politik ke dalam keanggotaan KPU akan bisa berdampak
terhadap proses saling mengawasi diantara anggota, sehingga kualitas pemilu
akan terjaga. Hal ini didasarkan pada kedaanlan lampau bahwa penyelenggaraan
Pemilu 2009 banyak terjadi kecurangan meskipun keanggotaan KPU tidak ada yang
berasal dari unsur partai politik.
Namun
menurut penulis, Revisi UU ini cenderung memaksakan penilaian yang mengatakan
kinerja KPU dan Bawaslu pada tahun 2009 sangat lemah dan kemudian opsi untuk
solusinya adalah memasukan anggota parpol ke dalam tubuh KPU atau Bawaslu.
Selain itu
juga aturan ini akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada kinerja
KPU dan Bawaslu nantinya. Pemilu seperti itu tidak akan dapat dukungan dari
masyarakat dan legitimasinya akan rendah,Proses pemilu dan hasil pemilu
bisa diragukan publik nantinya.
Survei
Pilpres 2014
Tingkat
kepercayaan publik terhadap kepemimpinan SBY yang pada kepemimpinannya di
periode kedua ini menurun, menambah kencang akselerasi para kandidat untuk
berebut simpati rakyat. Lembaga survey yang belakngan ini sering juga muncul di
media dengan hasil suveynya juga memiliki pengaruh yang tidak kecil bagi
kecenderungan simpati dan partisipasi politik rakyat terhadap suatu tokoh atau
Parpol.
Hasil
survei yang dilakukan oleh LSI antara 1 sampai 7 Juni 2011 dengan 1.200
responden itu menunjukkan popularitas SBY turun dari 56,7% pada bulan Januari
2011 ke posisi 47,2% pada bulan ini atau sama dengan 9,5%. Inilah untuk pertama
kali popularitas SBY merosot ke bawah 50% sejak dia memenangkan pemilihan
presiden 2009. Terdapat sejumlah faktor penting yang menyebabkan populasitas
SBY turun antara lain kasus-kasus korupsi yang masih belum tuntas
penyelesaiannya.
Responden
mengambil contoh kasus Bank Century, kasus Ahmadiyah, tidak kekerasan termasuk
juga kasus mantan bendahara umum PD, Muhammad Nazaruddin. Cara SBY menanggapi
sorotan dari masyarakat terhadap dirinya, juga menjadi penyebab popularitasnya
turun. SBY terlalu reaktif dalam menyikapi kasus yang melibatkan nama dirirnya.
Selain itu juga, SBY dinilai lambat dalam bereaksi. Responden
mencontohkan reaksi cepat terhadap isu SMS yang terkait masalah Nazaruddin,
sementara terhadap berita hukum pancung Ruyati reaksinya jauh lebih lambat.
Faktor
lain yang disebut ikut merusak popularitas SBY adalah kasus Nazaruddin sendiri.
Survei menunjukkan bahwa SBY tidak berdaya menghadapi masalah internal
partainya. Contoh yang paling besar, menurut Sunarto, adalah penolakan
Nazaruddin untuk memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait
kasus korupsi.
Selain
itu, beberapa lembaga survey lainnya melansir hasil surveynya mengenai
calon-calon lain yang menjadi pilihan responden. Salah satu suara terkuat
adalah pihak-pihak yang mendukunga Prabowo Subianto untuk maju dalan Pilpres
1\2014 nanti, dan dianggap layak serta mampu mengatasi permasalahan-permasalah
yang masih terbengkalai di Indonesia ini. Berikut perbandingan Hasil dari tiga
lembaga survei terkait tokoh-tokoh yang dianggap layak menjadi presiden.
Jaringan Suara Indonesia (JSI) 10-15 Oktober 2011
Megawati
Soekarno Putri
19.6%.
Prabowo
Subianto
10.8%,
Aburizal
Bakie
8.9%,
Wiranto
7.3%
Sri
Sultan Hamengkubuwono X 6.5%,
Sugeg
Suryadi Sindicate (SSS) 3-8 Oktober 2011
Prabowo
Subianto
28%
Mahfud MD 10,6%
Sri mujlyani 7,4%
Aburizal Bakrie 6,8%
Said Agil Sirajd 6%
Puan Maharani 3%
*** Megawati tidak diikutkan.
Survei Reform Institute 12-24 September 2011
Aburizal Bakrie 13,58%
Prabowo Subianto 8,46%
Jusuf Kalla 7,06%
Hidayat Nur Wahid 5,17%
Ani Yudhoyono 4,13%
Mahfud MD 10,6%
Sri mujlyani 7,4%
Aburizal Bakrie 6,8%
Said Agil Sirajd 6%
Puan Maharani 3%
*** Megawati tidak diikutkan.
Survei Reform Institute 12-24 September 2011
Aburizal Bakrie 13,58%
Prabowo Subianto 8,46%
Jusuf Kalla 7,06%
Hidayat Nur Wahid 5,17%
Ani Yudhoyono 4,13%
Analisa
Eksistensi
tokoh senior pada pilpres 2014
Pemilu
presiden 2014 nanti masih akan didominasi oleh tokoh-tokoh Senior. Sampai
saat ini, yang kelihatan dan tampak muncul di permukaan masih tokoh-tokoh yang
selama ini sangat familiar di publik, seperti Aburizal Bakrie, Megawati
Soekarnoputri, dan Prabowo Subijanto. Nama-nama lain yang juga muncul adalah
Ani Yudhoyono, Sri Mulyani, Hatta Rajasa, dan Pramono Edhie. Tokoh senior yang
penulis maksudkan disini adalah figur yang memang sudah muncul selama ini, baik
yang sudah ikut dalam pencalonan 2009, seperti Megawati dan Prabowo, serta
beberapa nama lama tapi belum ikut berkompetisi pada Pilpres 2009, seperti
Aburizal Bakrie dan Hatta Rajasa.
Sejumlah
figur yang muncul sebenarnya sedang diuji dari banyak kalangan, seperti partai
politik dan militer. Untuk berhasil atau tidaknya figur, seperti Pramono Edhie
dan Ani Yudhoyono, akan bergantung pada seberapa besar publik melihat
kesuksesan dari kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Faktor
yang juga dipertimbangkan adalah struktur politik, instrumen politik, dan
kultur politik yang berkembang di partai.
Faktor
tersebut yang dilihat jika yang mau diajukan adik ipar atau istri SBY. Itu
karena dianggap bahwa yang bersangkutan sebagai penerus keluarga Cikeas dan
model kepemimpinan SBY. Apabila publik menganggap SBY cukup berhasil dan
persepsi publik terhadap pemerintahan bagus, jalan mereka akan lebih mudah.
Tokoh-tokoh
lama yang masih mendominasi bursa calon presiden pada Pemilu 2014 mencerminkan
kurang ada regenerasi dalam perpolitikan Indonesia. Perkembangan peta
politik saat ini belum merepresentasikan alih generasi, meski dewasa ini banyak
muncul tokoh-tokoh baru dan muda.
SUMBER: http://www.tempo.co/read/news/2014/12/13/078628319/Mereka-yang-Terpilih-Tokoh-Tempo-2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar